Perkembangan Radio di Indonesia
3. Perkembangan Radio di Indonesia
a. Perkembangan Radio Belanda
Perkembangan
radio di Indonesia bermula pada masa Penjajahan Belanda di Indonesia. Kala itu
tahun 1925, Bataviase Radio Verniging, menjadi siaran radio pertama yang
melakukan siaran dari Jakarta (kala itu Batavia). Bataviase Radio Verniging
atau BRV ditetapkan sebagai badan swasta, yang kemudian memunculkan badan
swasta radio lainnya yang kemudian muncul di beberapa kota besar di Pulau Jawa.
Persaingan radio swasta tersebut
berhasil diungguli oleh perusahaan Nederlandsch Indische Radio Omroep
Maastcapij (NIROM). Hal ini dikarenakan NIROM mendapatkan bantuan penuh dari
pemerintah Belanda sehingga dapat membangun stasiun pemancar dan saluran
telepon hampir di setiap kota besar di Pulau Jawa.
NIROM juga mendapatkan keuntungan
dari “pajak radio” yang diberlakukan bagi setiap pendengar radio NIROM. Dengan
luas wilayah siaran dan jangkauan sinyal, maka NIROM dengan mudah meraup
keuntungan yang besar.
Contoh form isian untuk
berlangganan radio NIROM
Barulah
pada 1 April 1933, radio milik kaum pribumi pertama kali berhasil didirikan.
Kala itu, Mangkunegara VII dan Ir. Sarsito Mangunkusumo mendirikan stasiun
radio di Solo dengan nama Solosche Radio Verniging (SRV). Barulah kemudian
mulai muncul stasiun-stasiun radio milik pribumi lainnya, seperti Mataramse
Verniging Voor Radio Omroep (MAVRO di Yogyakarta), Chineese en Inheemse Radio
Luisteraars Vereniging Oost Java (CIRVO di Surabaya), dan Radio Semarang
di Semarang. Pada awalnya, radio-radio pribumi tersebut didukung oleh NIROM
sebagai radio ketimuran. Dan NIROM juga dapat mendapatkan bahan siaran yang
bersifat ketimuran dari radio-radio pribumi tersebut.
Namun
pada tahun 1936, NIROM mlakukan pencabutan subsidi bagi radio-radio pribumi dan
menyatakan bahwa seluruh siaran ketimuran akan dikuasai oleh NIROM sendiri. Hal
ini dilakukan karena NIROM menkhawatirkan bahwa aktivitas dan siaran radio
pribumi dapat menyaingi NIROM dan dapat digunakan sebagai alat pergerakan
kemerdekaan. Pencabutan subsidi ini mengakibatkan radio-radio pribumi yang
awalnya dibantu oleh NIROM mengalami pelemahan.
Untuk
menangani pelemahan tersebut, pada 28 Maret 1937 perwakilan dari VORO Jakarta,
VORL Bandung, MAVRO Yogyakarta, SRV Surakarta, dan CIVRO Surabaya di bawah
keputusan anggota Voolkstrad Soetardjo Karto Hadikoesoemo membentuk “Perikatan
Perkumpulan Radio Ketimuran” (PPRK). Dan pada 7 Mei 1937, PPRK disetujui oleh
pemerintah Belanda dan diadakan perjanjian untuk mengijinkan PPRK melakukan
siaran ketimuran dengan menggunakan pemancar milik NIROM. Perjanjian tersebut
dalam bahasa Belanda disebut "Ggrondlagen Voor Een regeling tot deelname
door de federasi PPRK aanden Oostersen Omroep in Nederlands-Indie over de Nirom
zenders."
Perjanjian
tersebut baru dapat terealisasikan pada tanggal 30 Juni 1940, walaupun adanya
keterpaksaan dari pihak Belanda. Setelah pihak Belanda menyerahkan siaran
ketimuran kepada NIROM, barulah pada 1 November 1940, siaran ketimuran PPRK
pertama akhirnya disiarkan.
b. Perkembangan Radio Jepang
Peta
alur invasi Jepang ke Hindia Belanda
Pada Maret 1942, pemerintahan
Belanda di Hindia Belanda mengakui kekalahan dan menyerah kepada Jepang. Maka,
Jepang berganti menjajah Indonesia dan menguasasi obyek-obyek penting. Maka
perusahaan dan perkumpulan radio swasta dimatikan dan diurus oleh jawatan
bentukan Jepang, Hoso Kanri Kyoku,
yang berpusat di Jakarta. Dan dibentuk
beberapa cabang dengan nama Hoso Kyoku di
beberapa kota besar di Pulau Jawa, dan terdapat shodanso atau cabang kantor yang terdapat di setiap kabupaten yang
menguasai semua stasiun dan tempat reparasi radio. Dan saluran pesawat disegel,
sehingga rakyat hanya dapat mendengarkan siaran Hoso Kyoku.
Penggunaan radio ini dimanfaatkan
digunkan sesuai dengan kepentingan militer Jepang. Setiap malam, selalu ada
siaran propaganda dari Radio Tokyo pada pukul 22.00. Siaran ini memang
digunakan untuk menciptakan perang urat saraf bagi negara yang hendak diinvasi
oleh Jepang. Siaran tersebut berpengaruh besar sehingga Belandapun sudah
mengalami kepanikan sebelum Jepang mengadakan invasi secara langsung.
Barulah pada 10 Januari 1942, Jepang
melakukan invasi terbuka ke Hindia Belanda dengan mendarat di Tarakan dan
melakukan serangan ke Balikpapan pada 20 Januari 1942, dan berturut-turut
menguasasi seluruh wilayah Borneo dan melakukan serangan ke Jawa pada 1 Maret
1942. Jepang terus mendesak dan mengakibatkan Belanda akhirnya menyerah.
Jenderal Ter Poorten akhirnya mengumumkan penyerahan Hindia Belanda dari tangan
Belanda kepada Jepang melalui radio pada 8 Maret 1942.
Walaupun digunakan semata-mata untuk
kepentingan militer Jepang, pada masa ini kebudayaan dan kesenian rakyat mulai
berkembang di radio. Rakyat dapat lebih bebas mengembangkannya daripada saat
penguasaan Belanda. Dan pada masa ini pula mulai muncul seniman-seniman
pencipta lagu yang menjadi lagu perjuangan Indonesia.
c. Perkembangan Radio di Indonesia
Setelah Kemerdekaan
Pada akhir Juli
1945, posisi Jepang di Perang Pasifik semakin tersudut menuju kekalahan. Dan
pada 26 Juli 1945, Radio BBC London menyiarkan ultimatum Pasukan Sekutu bagi
Jepang untuk segera menyerah dan mengakui kekalahan. Ultimatum tersebut disiarkan
kembali pada 11 Agustus 1945 setelah kota Hiroshima dan Nagasaki dibom atom
oleh Sekutu. Baru pada 14 Agustus 1945, Jepang akhinya mengakui kekalahan.
Infomasi seputar kekalahan Jepang tersebut berhasil didapatkan oleh
pemuda-pemuda Indonesia yang mendengarkan siaran internasional. Dan atas
informasi tersebut, para pemuda kemudian mengajak para tokoh Indonesia untuk
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Dan pada 17 Agustus 1945, Sukarno
membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang menandakan Indonesia
telah merdeka dari penjajahan.
Dan melalui radio pula, naskah
Proklamasi Kemerdekaan disebarluaskan ke pelosok negeri. Sebagian besar stasiun
radio yang dimiliki oleh Jepang maupun bekas stasiun radio milik Belanda
direbut dan dikuasai oleh para pemuda Indonesia. Dan karena situasi saat ini
masih sangat labil dan beredar isu mengenai kedatangan pasukan Sekutu, maka
para pemuda berusaha untuk mengamankan aset dan peralatan siaran radio, agar
dapat digunakan untuk komunikasi anatar pejuang.
Yang dikhawatirkan terjadi benar.
Pasukan Sekutu datang ke Indonesia dengan ditunggangi oleh Belanda. Pertempuran
pecah di mana-mana. Namun, karena berhasil diamankan, proses penyiaran radio
dapat tetap berlangsung aman, dan menjadi sarana untu mengobarkan semnagat
perjuangan bagi rakyat Indonesia. Salah satu peristiwa yang sangat terkenal
adalah ketika Bung Tomo dengan berapi-api menantang ultimatum pasukan Sekutu di
Surabaya melalui siaran radio, yang pada akhirnya meletuslah Pertempuran Surabaya
pada 10 November 1945.
Untuk
membantu perjuangan mempertahankan kemerdekaan, beberapa tokoh berusaha untuk
melakukan siaran ke luar negeri demi menunjukkan bahwa kemerdekaan Indonesia
sungguh nyata. Setelah dipersiapkan selama 2 bulan dan terus mendapatkan
halangan dari Belanda dan pasukan Sekutu, akhirnya pada Maret 1946, radio di
Tawangmangu dengan jumlah staf saat itu kurang dari 25 orang, berhasil
melakukan siaran ke luar negeri untuk pertama kalinya.
Saat
Belanda melakukan agresi militer I & II membuat radio harus kembali “masuk”
ke pedalaman agar tidak tertangkap dan dikuasai Belanda. Selama masa agresi
tersebut, sebagian besar aset dan peralatan radio terus-menerus dipindah-pindah
ke berbagai lokasi. Proses penyiaran radio pun tetap berjalan walaupun harus
ikut bergerilya.
Dan perjuangan kemerdekaan akhirnya
tuntas dengan perjanjian KMB yang dilakukan di Den Haag, Belanda dan
ditandangani pada 2 November 1949, di mana Pemerintah Belanda secara resmi
menyerahkan Indonesia kepada pemerintah di Indonesia. Dan berdasarkan instruksi
Presiden Sukarno, pada 15 Agustus 1950, yang mernyerukan bahwa seluruh
Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebanyak 22 studio radio
di Indonesia bersatu dengan nama siaran: Radio Republik Indonesia.
Sampai tahun 1966, RRI menjadi
satu-satunya radio yang dimiliki pemerintah Indonesia. Ketika terjadi
pergantian kekuasaan dari Presiden Sukarno kepada Suharto, semakin banyak
radio-radio amatiran baru yang akhirnya membentuk stasiun-stasiun pemancar
baru, untuk semakin menambah ramai siaran radio. Dan untuk mendukung dan
meningkatkan segala proses komunikasi, maka pada 17 Agustus 1976, Indonesia
berhasil memiliki sebuah satelit komunikasi, Satelit Palapa, yang mampu
meningkatkan komunikasi domestik ke seluruh wilayah Indonesia.
Sumber :
Pusdatin.rri.co.id. (2013). RRI :Dari Masa ke Masa. Diakses melalui http://pusdatin.rri.co.id/file/docs/1/RRI%20Dari%20Masa%20Ke%20Masa.pdf
pada tanggal 4 Maret 2017
Komentar
Posting Komentar